Pengalaman Menjadi Asisten Tukang Potret Manten

4 komentar
"Mau ikut nggak besok?" kata teman saya.

"Ke mana?" tanya saya.

"Motret manten di Karanganyar."

"Boleh emangnya?"

"Aku sendirian. Kalau kamu banyak kerjaan, aku ngajak yang lain."


Saya terdiam sesaat. Mikir. Akhir-akhir ini saya merasa suntuk benar berada di Jogja selama beberapa waktu ini. Kurangnya refreshing, dan makin meningkatnya frekuensi pekerjaan freelance, dan memikirkan hal yang berulang-ulang tiap hari adalah penyebab utamanya. Daripada nanti saya stuck, sehingga mengakibatkan mental yang terganggu dalam menangani pekerjaan freelance saya di masa datang, akhir saya bilang: "Ya..."

Saya diajak selama dua hari sama temen saya itu. Diajak untuk mengikuti dari dekat sebuah pekerjaan yang selama ini tidak pernah saya ketahui, fotografer. Saya pun berkenalan dengan namanya kamera Nikon D5000. Dan menjajalnya. Hasilnya tentu saja buruk. Karena saya tidak pernah menggunakan kamera ini sebelumnya. Butuh waktu mempelajari kamera ini untuk bisa mendapatkan hasil gambar yang bagus.

Jujur, saya tertarik dengan pekerjaan sebagai fotografer ini. Kerja seminggu, tapi fulltimenya 1-2 hari sisanya untuk ngedit fotonya. Hasilnya lumayan. Di samping itu, pekerjaan ini terkadang mengharuskan kita untuk pergi ke suatu daerah. Hal yang paling mengasyikkan untukku saat ini adalah travelling ke suatu tempat.

Namun, saya harus menggigit jari tatkala melihat mahalnya biaya yang harus dikeluarkan untuk membeli peralatan. Untuk kamera sendiri saya diharuskan merogoh kocek kira-kira 4-5 juta. Sementara alat pendukung, seperti lensa yang mulai dari harga 1 jutaan. Bakalan susah jika saya membelinya. Apalagi untuk bisa dijadikan sebagai profesi, saya harus belajar terlebih dulu selama beberapa waktu -- entah berapa lama.

Ternyata teman saya, tidak hanya mendapat orderan motret manten. Dia juga dapat orderan undangan manten temannya sebanyak 1700 eksemplar. Saya disuruh ikutan lagi. Tanpa mikir saya mengiyakan. Jalan dengan teman saya ini, saya dapat beberapa tambahan pengetahuan. Selama dua minggu, saya bantu dia angkat-angkat kertas sama nanya-nanya percetakan.

Dia juga cerita soal wedding book. Semacam album foto manten namun dilayout sedemikian rupa memakai komputer untuk kemudian diprint digital. Dan dijadikan dalam satu buku. Mirip buat buku hardcover, namun isinya bukan hanya kertas yang tipis-tipis seperti buku. Isi wedding book itu karton. Saya belum begitu jelas. Karena belum pernah satu kali pun melihat secara fisik. Namun, prinsipnya saya sudah ketahui.

Setelah saya jalan-jalan selama tiga minggu ini. Saya memikirkan hal dimana saya bisa masuk ke jaringan pekerjaan ini. Yang tidak hanya menghasilkan uang, melainkan juga sejalan dengan basic pekerjaan saya selama ini. Dan itu adalah antara buat wedding book dan undangan. Kenapa saya mengambil dua bidang itu? Pertama, urusan dengan kerajinan, saya sempat berkutat di dunia handmade membuat pigura karton selama rentang waktu tahun 2006-2007. Kedua, wedding book dan undangan, juga berkaitan erat dengan urusan desain. Dan saat ini saya adalah freelance layout buku. Ini kan match. Jadi, saya bisa berjalan tanpa membuang pekerjaan utama saya sebagai freelance layout buku.

Nah, berdasarkan pengalaman saya ini, saya ingin mulai mengembangkan pekerjaan saya ke bidang yang sebelumnya tidak pernah saya pikirkan ini. Ada dua, yaitu membuat wedding book sama undangan manten. Dan saya ingin mengaplikasikannya secepat mungkin. Bagaimana? Punya saran untuk saya?

Related Posts

4 komentar

  1. gak ada saran deh kali ini kawan. cuman kalo bisa posting donk bentuk2 undangan or wedding booknya! mungkin bisa jadi inspirasi bwt kita hehehe..

    n/b. kunjungan balik kawan!

    BalasHapus
    Balasan
    1. sabar kalau begitu mas. untuk update2annya saya posting di postingan yang lainnya mas. hehehe :D

      Hapus
  2. tulisannya enak di baca kawan, ngalir kayak air, meskipun saya bacanya pukul 11.30 malam, ternyata enak juga, renyah (kayak sejenis makanan gitu deh), jadi laperr, hehe
    salam kenal...

    BalasHapus

Posting Komentar